Pa, aku segera berkunjung
Ini tulisan pertamaku lagi
setelah sekian lama. Namaku Mefta, latar belakang keluargaku rumit sekali. Ayah
dan Ibu kandung bercerai sejak aku masih sangat dini. Lalu kakak dari ibuku
yang tidak terima karena ayah menolak menikahinya, mengancam akan bunuh diri
dan setelahnya membawaku kabur dari keluarga besar ayah dan ibu. Dia membawaku
berjalan kaki menjauh, saat itu usiaku sekitar ¾ tahun. Setelah berhari-hari
berjalan, tidur di manapun ketika malam menjemput, akhirnya kami bertemu dengan
seseorang yang baik hati pada pemberhentian terakhir kami di sebuah Masjid.
Seseorang ini perempuan yang berpendidikan,
juga keluarganya. Singkat cerita, aku dititipkan padanya, akupun tumbuh besar
di keluarga ini. Aku memiliki ia sebagai nenek. Aku juga memiliki kakek, mama,
papa dan aa’. Saat aku berusia sekitar 11, mama melahirkan bayi laki-laki, aku
punya adik, aku senang. Dan menyusul dua adik laki-laki lainnya. Aku memiliki
kakak dan adik laki-laki, sungguh aku senang. Aku menyayangi adik-adikku dan
kakakku menyayangiku.
Memasuki usia SMA, aku terpaksa
berpisah dengan mereka. Aku harus ikut ayah kandungku setelah belasan tahun
kami berpisah, ayah kandungku menyayangiku. Keluarga barunya juga sepertinya
demikian. Tapi aku tidak nyaman, aku selalu ingin pulang. Aku ingin bersama
mama, papa, aa’, dan adik-adikku. Aku juga selalu merindukan kakek dan nenekku.
Aku menyayangi ‘keluarga’ku.
Aku juga sempat dipertemukan
dengan ibu kandungku. Aku masih ingat, tatapan tidak bahagia saat kami pertama
kali bertemu. Tidak ada tatapan seorang Ibu yang merindukan anaknya. Tidak apa,
aku tidak masalah. Tidak apa-apa. Aku punya mama.
Setelah lulus SMA, aku kembali.
Aku kembali dengan keluargaku meskipun aku juga mulai menyayangi ayah kandungku
dan keluarganya, tapi tidak masalah, bagaimana pun, jalannya begini.
Aku masuk universitas, masa-masa
yang juga menyenangkan. Aku bertemu dengan banyak orang baru yang memiliki
berbagai latar belakang cerita. Beberapa menjadi teman dekat, beberapa datang
lalu pergi, kadang menyisakan luka, kadang menghadirkan banyak tawa. Aku tahu, manusia
memang datang dan pergi. Tapi, aku tidak tahu bagaimana caranya bertahan dengan
sakit yang disebabkan oleh mereka yang pergi.
Aku pikir, kehilangan cukup
sekali pada masa laluku. Aku kehilangan keluarga lalu menemukannya lagi. Aku
kehilangan teman lalu menemukannya lagi. Tapi, bisakah aku tidak perlu
kehilangan apa-apa? Haruskah aku tidak memiliki apa-apa agar aku tidak kehilangan
apa-apa?
Saat beberapa orang hadir dan menjadi
temanku, aku senang, aku berusaha memperlakukan mereka sebaiknya. Aku harap
dengan demikian mereka tidak akan pergi. Tapi, aku salah, mereka bisa pergi,
kapan pun mereka mau. Kapan pun.
Sebelum itu, papa juga pergi.
Papa lebih dulu pulang. Lagi, aku kehilangan, kemudian menyusul kehilangan
lainnya. Untuk mereka yang tinggal, semoga kalian juga tidak pergi.
Aku berusaha, menggapai banyak
hal yang bisa digapai. Uang, bukanlah segalanya. Tapi segalanya butuh uang. Aku
memahami kalimat itu. Dan, karenanya aku berusaha mencari uang. Setiap
mendapatkan uang, aku ingat rumah, aku ingat pulang, aku ingat keluargaku.
Pa, kemarin aku kerja, aku juga
mengikuti beberapa lomba dan mendapat hasil. Pa, aku segera berkunjung. Adik-adik
juga menitip sesuatu. Pa, aku segera berkunjung.
Comments
Post a Comment